Cacingan dan Sindrom Loeffler | OTC Digest

Cacingan dan Sindrom Loeffler

Banyak orangtua mengeluh anak tidak bisa gemuk padahal makannya banyak. Ini bisa karena beberapa hal, di antaranya faktor keturunan, atau anak sangat yang aktif sehingga banyak mengeluarkan energi. Bisa juga karena anak cacingan.

Cacingan adalah penyakit klasik yang sampai sekarang masih kerap menjangkiti anak-anak. Terlebih yang pola hidup dalam keluarga kurang menjaga kebersihan. Misalnya, malas cuci tangan setelah bermain di luar atau sebelum makan.

Tanpa disadari, larva/ telur cacing ikut masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau lewat media, seperti udara. Di daerah yang lembab, telur cacing masuk melalui kontak langsung dengan kulit.

Iklim tropis merupakan daerah perkembangbiakan yang ideal bagi banyak jenis cacing. Seperti cacing kremi (enterobius vermicularis), cacing tambang (ancylostoma duodenale atau necator americanus), cacing pita (taeniasis) dan cacing gelang (ascaris lumbrocoides). Cacing termasuk parasit; ketika masuk ke usus manusia ia menyerap nutrisi makanan sehingga yang bersangkutan mengalami malnutrisi.

Perkembang-biakan cacing sangat cepat dan menimbulkan infeksi. Cacing gelang mampu bertelur 200.000 butir sehari. Infeksi kerap terjadi pada anak di atas 2 tahun, yang senang bermain dengan tanah atau di lingkungan yang tidak bersih.

WHO mencatat, lebih 1 milyar orang di dunia menderita cacingan. Hal ini membuat tumbuh kembang anak terhambat, berat badan lahir rendah (BBLR) dan stigma sosial. Pada beberapa kasus, cacing tambang menyebabkan anemia karena menghisap darah dari mukosa usus halus 0,05 – 0,5 ml darah/ hari untuk mengambil oksigen yang dibutuhkan.  

Dr. Wita Pribadi dari bagian Parasitologi FKUI menyatakan, infeksi berbagai cacing bisa berpengaruh pada darah dan menimbulkan respon alergik. Seperti peningkatan sel eosinofil (komponen sel darah putih) dalam paru-paru. Menyebabkan gejala seperti batuk, atau sesak napas menyerupai asma yang disebut sindrom Loeffler.

Atau, menyebabkan Eosinofilia tropis yang mirip sindrom Loeffler, tapi gejalanya lebih berat dan lebih lama. Hal ini ditandai dengan batuk keras dan serangan asma. Pada 50% kasus terjadi pembesaran limpa, yang mengakibatkan jumlah sel darah merah dan putih berkurang.

Sebagai langkah pencegahan, WHO menekankan pentingnya penggunaan obat cacing (antelmintik), di samping menjaga kebersihan lingkungan.

Obat cacing menghambat proses penerusan impuls neuromuskuler (jaringan saraf), sehingga cacing dilumpuhkan. Obat juga mencegah penyerapan gula dari makanan oleh cacing.

Kebanyakan obat cacing efektif terhadap satu kelompok cacing. Ada juga obat yang mampu membasmi beberapa jenis cacing sekaligus, dan menghancurkan cacing di dalam usus. Cacing yang sudah hancur lebur itu akan keluar bersama feses, saat anak BAB (buang air besar). (jie)