Bolehkah Anak-anak Obesitas Diet Rendah Karbohidrat ? | OTC Digest

Bolehkah Anak Obesitas Diet Rendah Karbohidrat ?

Sebagaimana diketahui semakin banyak kita temui anak-anak yang mengalami kegemukan, bahkan obesitas. Obesitas pada anak-anak atau remaja dalam jangka panjang akan menyebabkan diabetes melitus tipe 2 (karena gaya hidup).

“Sebagai dokter anak, sekarang semakin banyak penyakit tidak menular pada anak-anak, seperti obesitas dan diabetes melitus tipe 2, yang dulunya ditemukan pada orang dewasa,” terang dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Selama ini pendekatan yang dilakukan adalah pembatasan kalori dan lemak. “Akibatnya banyak gagalnya,” terang dr. Piprim. “Justru membuat kecanduan.”

Ia menjelaskan, kita hidup dalam lingkungan yang ‘obesitogenik’ alias gampang memicu obesitas. Camilan dan makanan kemasan biasanya terbuat dari karbohidrat olahan, misalnya keripik kentang, yang tinggi gula.

“Yang terjadi adalah makanan-makanan tersebut kaya kalori (mengenyangkan) tetapi miskin nutrisi. Lebih tepat jika hanya menerapkan diet rendah karbohidrat, karena yang membuat gemuk adalah gula (karbohidrat), bukan lemak,” papar dr. Piprim dalam acara Indonesia International Low Carb Conference (IILCC), Sabtu (6/4/2019). 

Sangat disarankan menerapkan diet rendah karbohidrat saja (tanpa diet rendah lemak), perbanyak protein, sayur dan buah.

Kebutuhan energi yang biasanya didapat dari karbohidrat, diganti dari lemak dan sayuran. Jangan pilih buah yang tinggi gula, seperti pisang, mangga atau rambutan.  Konsumsi buah tinggi nutrisi dan serat, seperti alpukat, stroberi, bengkuang, jambu merah, dll.

“Untuk gampangnya makan saja apa yang langsung diciptakan Allah, seperti ikan, daging, telur, hati ayam. Makan saja termasuk lemaknya, itu akan mengenyangkan. Berbeda dengan makanan bikinan pabrik, biasanya makan satu kurang kenyang, akhirnya satu bungkus habis,” kata dr. Piprim.

Dalam kesempatan yang sama dr. Eric C. Westman, MD, MHS, dari Duke University Health System, North Carolina, Amerika Serikat menjelaskan, diet rendah/sangat rendah karbohidrat menyebabkan produksi insulin dan glukosa dalam darah tetap dikisaran normal, sehingga tubuh tidak gampang merasa lapar.

Sebagai informasi, makanan tinggi gula akan menyebabkan lonjakan gula dalam darah. Tubuh kemudian memroduksi hormon insulin lebih banyak untuk bisa mengolah gula tersebut. Kadar gula darah pun akan turun dengan cepat setelah diolah oleh hormon insulin. Lonjakan dan turunnya gula darah tersebut memicu reaksi lapar.

Diet rendah karbohidrat justru membuat nafsu makan berkurang. “Otomatis asupan makananpun turun. Sehingga tanpa susah-susah menghitung kalori efektif untuk mereka yang ingin menurunkan berat badan,” terang Prof. Eric.

Namun yang juga perlu dipahami adalah menerapkan diet rendah karbohidrat juga bukan berarti boleh mengonsumsi lemak sebanyak mungkin.

Tetap disarankan membatasi lemak. Karena tujuan penanganan obesitas adalah menggunakan timbunan lemak dalam tubuh sebagai energi.

“Kalau makan lemaknya berlebih, maka lemak di tubuh tidak terbakar, yang dibakar (menjadi energi) lemak dari makanan,” tambah dr. Piprim. (jie)