fakta dari Bahaya Menggeretakkan Gigi

Bahaya Menggeretakkan Gigi

Ada yang gemar menggeretakkan gigi. Bukan karena sedang marah, melainkan karena kebiasaan yang disebut bruxism. Bisakah diatasi?  

Saat tidur, bengong atau belajar, tanpa disadari penderita bruxism kerap menggesekkan gigi geraham, sampai mengeluarkan suara gemeretak seperti sedang menguyah sesuatu. Riset menunjukkan 15-33% anak memiliki kebiasaan ini. Jika berlangsung lama, selain berdampak pada kondisi gigi geligi, juga pada jaringan penyangga gigi dan pertumbuhan wajah.

Apa penyebab kebiasaan bruxism? Pertama, faktor lokal; ada ketidaksesuaian gigitan akibat tambalan gigi yang terlalu tinggi. Kedua, ada penyakit sistemik seperti penyakit epilepsi, meningitis atau gangguan tidur (misal sleep apnea). Ketiga, masalah psikologis, yang menurut para ahli paling banyak memicu bruxism.

Drg. Udijanto Tedjosasongko, Sp.KGA(K), PhD, Ketua Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia (IDGAI) menjelaskan, bruxism biasanya terjadi pada anak yang kecapekkan atau stres. “Stres terbawa tidur dan   muncul dalam bentuk menggeretakkan gigi. Bisa juga karena kebiasaan, tanpa ada masalah apa-apa,” ujarnya.

Aktivitas menggeretakkan gigi  biasanya terjadi saat tidur, sehingga anak tidak menyadari. Sebagian mengeluh pegal pada geraham saat bangun tidur, atau sakit kepala. Kebiasaan ini dapat merusak jaringan penyangga gigi, membuat gigi tanggal. Bisa mengubah tampilan wajah, seperti tulang rahang membesar/menonjol.

“Bisa membuat gigi sensitif. Atau, timbul gangguan di temporomandibular joint (sendi di yang menghubungkan rahang bawah dengan tengkorak), karena tekanan yang berlebihan. Penderita bisa mendengar bunyi klik saat rahang digerakkan,” ucap staf pengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya ini.

Kebiasaan ini dapat dihilangkan dengan memberi pelindung mulut / bantalan gigi, sehingga gigi tak lagi bergesekan.  “Sama seperti menghentikan kebiasaan menghisap ibu jari,” tutur drg. Udi. (jie)