Aktivitas Fisik Merangsang Tumbuh Kembang Anak | OTC Digest

Aktivitas Fisik Merangsang Tumbuh Kembang Anak

Tahukah Anda jika proses tumbuh kembang anak tidak hanya dipengaruhi asupan gizinya. Ternyata bermain dan tertawa merangsang tumbuh kembang yang optimal.

Bermain adalah dunianya anak-anak. Permainan fisik seperti permainan tradisional lompat tali, kelereng atau gobak sodor tak hanya membuat anak bahagia. Aktivitas fisik membuat tubuh lebih sehat.

Pada anak batita (bawah tiga tahun) bentuk aktivitas fisik biasanya permainan sederhana, seperti menendang bola, bermain balok susun atau menyusun lego.

Menurut Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc, ahli gizi medik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, aktivitas fisik merangsang kesehatan dan kebugaran si kecil. “Aktivitas otot yang meningkat akan merangsang nafsu makan anak,” paparnya.

Pada anak yang belum bisa berjalan, aktivitas fisik baik untuk melatih otot kaki agar bisa berjalan secepatnya. Bermain tangkap bola akan melatih kemampuan motorik tangan. Demikian juga dengan berputar dan melompat; melatih otot kaki sekaligus keseimbangannya.  

“Bentuknya boleh apa saja, misalnya jalan-jalan, berlarian, lompat. Yang penting lakukan tiap hari di setiap kesempatan,” tutur dr. Tati dalam bincang-bincang bertajuk Pentingnya Kebahagiaan untuk Tumbuh Kembang Si Kecil yang diadakan oleh Nestle Lactogrow, di Jakarta (5/10/2017).

Aktifitas fisik yang cukup apalagi dilakukan di luar ruang juga memicu produksi lebih banyak hormon kebahagian, seperti endorfin dan serotonin. Jika dilakukan pada pagi (sebelum pukul 9.00) atau sore (setelah jam 4.00) memungkinkan tubuh menyerap sinar UV yang kemudian dirubah menjadi vitamin D.

Aktifitas fisik berhubungan pula dengan kualitas tidur yang lebih baik. Batita membutuhkan tidur lebih banyak dibanding orang dewasa, yakni antara 10-12 jam. “Kebutuhan tidur anak (batita) dibagi menjadi tiga. Pagi setelah makan pagi, tidur siang dan tidur malam.

“Namun yang terpenting adalah tidur malam. Karena mulai jam 10 – 12 malam tubuh akan memproduksi hormon pertumbuhan,” tegas dr. Tati. Sekitar 75% hormon pertumbuhan  yang disebut human-Growth Hormone (h-Gh) dikeluarkan pada saat tidur. Jika tidurnya tidak nyenyak, maka produksi hormon pertumbuhan pun terganggu.

Tidur siang pun tak kalah penting. Riset membuktikan batita yang tidak tidur siang atau waktu tidur siangnya kurang, lebih cenderung mengalami stres dan tidak bahagia. Mereka menjadi rewel, merasa lebih cemas, dan tidak tertarik dengan hal-hal di sekelilingnya.

Aktivitas fisik yang menyenangkan juga mengurangi tingkat stres anak, misalnya akibat paksaan menghabiskan makanan. “Ada hubungan langsung antara otak dan pencernaan. Stres pada anak bisa menyebabkan gangguan pencernaan, seperti diare dan sembelit,” pungkas dr. Tati. (jie)