15% Anak Indonesia Defisiensi Vitamin D
anak_indonesia_defisiensi_vitamin_D

15% Anak di Jakarta Defisiensi Vitamin D

Penelitian oleh Dr. dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K)FAAP menemukan, 15% anak mengalami defisiensi vitamin D. “Hanya 9% yang cukup vitamin D, dan sisanya 75,8% insufisiensi vitamin D,” ujarnya dalam sebuah kesempatan. Penelitian ini dilakukan oleh Dr. dr. aman bersama koleganya sesama dokter spesialis anak FKUI/RS Cipto Mangunkusumo, melibatkan 120 anak usia 7 – 12 tahun di dua SD di Jakarta. Hasil penelitian ini dipublikasi di jurnal ilmiah International Journal of Pediatric Endocrinology.

Cukup vitamin D bila kadar 25(OH)D dalam darah >32 ng/dL. Disebut insufisiensi (tidak cukup) bila kadarnya 13 – 31 ng/dL, dan defisiensi (kekurangan) bila <15 ng/dL. Vitamin D penting untuk penyerapan kalsium di usus. Tanpa vitamin D, kalsium tidak bisa diserap sempurna, yang dalam jangka panjang bisa menempatkan anak dalam risiko osteoporosis saat tua nanti.

Baca juga: Anak Indonesia Kurang Vitamin D

Selain itu, defisiensi vitamin D berat bisa menimbulkan penyakit riketsia (rakhitis/rickets) nutrisional. Penyakit ini jarang dijumpai di negara maju, tapi cukup banyak di negara berkembang. Akibat riketsia, bisa terjadi kelemahan tulang dan otot, keterlambatan perkembangan motorik, penurunan kepadatan tulang, terlambatnya pertumbuhan gigi, gangguan bentuk kepala, tungkai berbentuk O, hingga pembesaran pada pergelangan tangan dan lutut.

“Hampir seluruh dunia menghadapi defisiensi vitamin D, bahkan di negara yang banyak sinar matahari seperti Qatar, India, dan Afrika,” ujar Dr. dr. Aman. Paparan sinar matahari mengaktifkan pro vitamin D di bawah kulit. Namun kini, anak-anak makin jarang keluar rumah dan terkena paparan sinar matahari.

Baca juga: Vitamin D vs Kanker Payudara

“Dengan pola hidup seperti sekarang, beberapa negara mulai memberi suplementasi vitamin D kepada ibu hamil, bahkan sampai seumur hidup,” imbuhnya. Ibu hamil yang kekurangan vitamin D akan melahirkan anak yang kekurangan vitamin D pula, karenanya harus dicegah sejak dini.

Lebih jauh Dr. dr. Aman menjelaskan, kulit kita berbeda dengan ras Kaukasian. “Secara genetik, kulit orang Kaukasian hanya butuh paparan sinar matahasi sebanyak tiga kali seminggu, atau total 30 menit,” ucapnya. Mendapatkan sinar matahari selama musim semi dan musim panas, sudah cukup bagi mereka. “Sedangkan kita, secara genetik butuh lima kali lipat lebih banyak; jadi sekitar 450 menit per minggu,” tandasnya.

Baca juga: Hijab dan Defisiensi Vitamin D

Biarkanlah, bahkan doronglah anak untuk bermain bebas di luar ruangan, dan tidak perlu memakaikan mereka sunblock saat bermain. Ingat, kita ingin mereka mendapat paparan sinar matahari agar pro vitamin D di bawah kulit menjadi aktif; penggunaan sunblock akan menghambat hal ini.

Dukung pula dengan asupan makanan yang kaya akan vitamin D. “Misalnya ikan, makanan yang difortifikasi vitamin D seperti margarin, dan susu,” lanjutnya. Tentu harus tetap berpedoman dengan konsep gizi seimbang. Berikan anak sumber makanan seberagam mungkin, dengan komposisi yang seimbang. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: School photo created by jcomp - www.freepik.com