Ternyata Penganut Teori Konspirasi Juga Anti Vaksin | OTC Digest

Ternyata Penganut Teori Konspirasi Juga Anti Vaksin

Paham anti vaksin ternyata tidak hanya ada di Indonesia, di negara-negara maju pun pandangan ini berkembang. Kepercayaan mereka pada teori konspirasi tingkat tinggi berpengaruh pada pandangan vaksin tidak aman.

Banyak hal yang menyebabkan seseorang menolak vaksinasi, mulai dari dasar pandangan agama, anggapan vaksin justru menyebabkan infeksi, sampai yang terbaru adalah vaksin adalah rekayasa perusahaan farmasi demi mengeruk untung.

“Vaksinasi adalah salah satu penemuan terbesar di dunia, dan salah satu sebab utama orang bisa hidup 30 tahun lebih lama dibanding satu abad lalu,” ujar Matthew Hornsey, PhD, dari the University of Queensland, Australia. “Oleh karena itu, menarik mempelajari kenapa sebagian orang justru ketakutan dengannya.”

Ini adalah penelitian pertama yang menguji hubungan antara penganut teori konspirasi dan perilaku anti vaksin. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Health Psychology. Hornsey dan kolega melakukan survei pada 5.323 orang dari 24 negara di lima benua, menggunakan kuisioner online. Dilakukan antara 31 Maret – 11 Mei 2016.

Teori konspirasi yang ditanyakan seperti : Putri Diana meninggal akibat dibunuh; pemerintah AS mengetahui rencana penyerangan 9/11 dan memilih membiarkannya terjadi; ada sekelompok kecil orang elit yang bermaksud menguasai dunia; dan pembunuhan John F. Kennedy adalah bagian dari plot tersebut.

Responden yang meyakini teori-teori tersebut ternyata juga memiliki sikap anti vaksin, terlepas di manapun mereka tinggal. Sebagai contoh, mereka yang percaya bahwa Putri Diana dibunuh, memiliki pandangan lebih negatif terhadap vaksinasi. Di sini, tampaknya level edukasi tidak berpengaruh banyak pada perilaku anti vaksin.

“Orang-orang kerap bersikap (berperilaku) berdasarkan respon emosional,” papar Hornsey. “Memberikan bukti (manfaat vaksinasi) hanya membuat sedikit perubahan sikap pada kelompok anti vaksin.”

Perusahaan farmasi - yang mendapat untung dari penjualan vaksin – dianggap menjadi bagian dari teori konspirasi tersebut. Hornsey menambahkan, “Pada banyak teori konspirasi, keuntungan yang didapat perusahaan farmasi adalah tanda dari buruknya sistem dan kebenaran yang ditutupi oleh pihak yang berkepentingan.

“Sangatlah sulit mengubah pandangan kelompok anti vaksin. Solusi alternatifnya adalah mengakui kemungkinan adanya konspirasi tersebut. Tapi di sisi lain harus melihat adanya kepentingan pihak lain lagi; kepentingan pribadi/pengusaha yang berusaha mengaburkan pentingnya vaksin dan membesarkan bahaya vaksin.”

Dalam studi yang kemudian termuat dalam the American Psychological Association ini didapati perilaku anti vaksin berhubungan erat dengan perilaku intoleran dan individualistik. (jie)