Serangan Jantung pada Perempuan Sering Terabaikan, Karena Gejalanya Samar | OTC Digest

Serangan Jantung pada Perempuan Sering Terabaikan, Karena Gejalanya Samar

Penyakit jantung pada perempuan gejalanya tidak khas. Angka kematiannya lebih tinggi dibanding laki-laki, dan respon terhadap pengobatan berbeda. Seperti yang dialami Rosie O’Donnel pagi itu, pertengahan Agustus 2012. Aktris, penulis dan tokoh TV asal Amerika Serikat (AS) itu tengah berjalan melintasi lapangan parkir apartemennya di Nyack, New York. Ia mendengar teriakan minta tolong; seorang perempuan bertubuh besar terjepit di dalam mobil. Setelah berjam-jam Rosie membantu,  perempuan tersebut berhasil ditolong. Tak dinyana, peristiwa itu mengungkap kondisi Rosie yang kala itu berusia 50 tahun.

Beberapa jam kemudian, sekujur tubuh Rosie terasa sakit. Dadanya nyeri, kedua lengannya terasa berat, mual, kepanasan, berkeringat dan akhirnya muntah. Awalnya, ia pikir karena kelelahan usai memberi pertolongan dan otot-ototnya tertarik. Tak kunjung membaik, ia mencari tahu di internet dan menemukan bahwa ia mengalami gejala serangan jantung. Namun seperti banyak perempuan lain, ia menyangkal dan hanya minum Aspirin. Keesokan harinya ia ke dokter dan melalui pemeriksaan EKG (elektrokardiogram), ditemukan penyumbatan arteri koroner 99%. Sungguh beruntung ia selamat dan segera menjalani pemasangan stent.

Menurut dr. Anna Ulfah Rahajoe, Sp.JP(K), dari Dewan Penasihat Perhimpunan Kardiovaskular Indonesia (PERKI), serangan jantung pada perempuan sering terabaikan karena gejalanya samar. Pada lelaki keluhan nyeri dada tipikal; dada seperti diremas atau terasa panas dan menjalar ke lengan. “Pada perempuan, gejalanya capek, lemas, banyak berkeringat, mual dan sakit punggung sehingga hanya dikerok,” tutur dr. Anna. Umumnya dianggap hanya masuk angin.

Pola pikir perempuan turut menyebabkan penyakit jantung sering terabaikan dan tidak terdiagnosis. Umumnya, kaum ibu lebih mementingkan kesehatan keluarga, tapi mengabaikan keluhan kesehatan yang dirasakan.

Saat muda, risiko perempuan mengalami penyakit jantung lebih sedikit ketimbang lelaki. “Begitu menopause, risikonya sama dan bila perempuan kena penyakit jantung, angka kematiannya lebih besar,” tegas dr. Antonia Anna Lukito, Sp.JP, FIHA, FAPSIC dari RS Siloam Karawachi, Tangerang. Ini karena saat menopause, estrogen yang melindungi pembuluh darah turun drastis.

Penyakit jantung dan pembuluh darah/kardiovaskular (PKV) merupakan pembunuh no. 1 di dunia dan Indonesia; utamanya penyakit jantung koroner (PJK). “WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) menyebutkan, 80% kematian akibat PKV terjadi di negara berkembang yang berpenghasilan rendah, termasuk Indonesia,” tegas dr. Anna. Khusus perempuan, di Amerika Serikat, 1 dari 4 orang meninggal akibat penyakit jantung. Ada pun Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 menunjukkan, prevalensi PJK pada perempuan usia >15 tahun berdasar diagnosis dokter mencapai 0,5%, lebih tinggi dari laki-laki (0,4%). (nid)


Ilustrasi: www.freepik.com-Designed by jcomp / Freepik