Ketamine Redakan Keinginan Bunuh Diri | OTC Digest

Ketamine Redakan Keinginan Bunuh Diri

Kabar bunuh diri artis Korea Jonghyun SHINee menggemparkan pecinta Kpop di seluruh dunia. Jonghyun menurut teman dekatnya mengalami depresi berat. Meninggal akibat keracunan karbon monoksida dari briket batubara yang dinyalakan. Sebuah riset menarik menyatakan keinginan bunuh diri dapat diredakan dengan cepat lewat obat yang tepat.

Satu dosis ketamine terbukti lebih efektif “mendinginkan” pikiran untuk bunuh diri, dibanding obat penenang tradisional. Ketamine merupakan obat bius yang biasa dipakai untuk menghambat rasa sakit. Pertama kali dikembangkan sebagai obat anestesi pada 1960-an, dan dipakai untuk merawat tentara di medan perang. Sayangnya disalahgunakan sebagai narkoba karena memberi efek halusinasi dan euforia.

Studi sebelumnya menyatakan bahwa obat anestesi (bius) bisa seefektif antidepresan. Namun, riset yang dilakukan di the Columbia University Medical Center, New York, AS, ini memfokuskan pada pikiran bunuh diri, dan efek yang dirasakan dalam 24 jam pertama.

Walau saat ini terlalu dini untuk menyebut ketamine sebagai solusi pada mereka yang memiliki kecenderungan bunuh diri, ia menawarkan terapi alternatif yang menjanjikan bagi mereka yang tidak merasakan perbaikan setelah memakai obat-obatan lama.

“Penelitian ini menunjukkan bahwa ketamine mampu menekan keinginan bunuh diri pada penderita depresi berat,” ujar psikiater dan pemimpin penelitian, Michael Grunebaum.

“Riset tambahan untuk mengevaluasi efek antidepresan dan anti bunuh dirinya ketamine dapat membuka jalan bagi pengembangan obat baru dengan efek yang lebih cepat. Sekaligus muncul potensi baru membantu mereka yang tidak merespon dengan pengobatan yang sudah ada.”

Dilansir dari scienalert.com, banyak dokter yang mencari tahu bagaimana efek obat ini jika dipakai dalam dosis kecil untuk mengatasi depresi. Riset yang dilakukan tahun 2016 lalu menemukan bahwa ketamine meningkatkan mood pada ¾ pasien depresi. Riset dilakukan di banyak universitas di Amerika, seperti Yale University, the University of California, the Mayo Clinic dan the Cleveland Clinic.

Pada studi baru ini, ketamine dosis rendah diperbandingkan dengan midazolam (obat penenang) pada 80 responden dengan keinginan bunuh diri. Setelah 24 jam, ketamine didapati lebih efektif mengontrol pikiran tersebut.

Bahkan, efek pengurangan keinginan untuk bunuh diri ini bertahan sampai 6 minggu saat dikombinasikan dengan terapi standar yang sudah ada. Artinya, ketamine bekerja lebih cepat, efeknya bertahan lama, dan relatif lebih aman jika diberikan dalam dosis tepat.

“Terdapat celah kritis di mana pasien dengan kecenderungan bunuh diri membutuhkan obat yang bereaksi cepat untuk mencegahnya melukai diri sendiri,” ujar Grunebaum. “Obat antidepresan yang saat ini tersedia bisa mengurangi niat bunuh diri, namun membutuhkan waktu beberapa minggu untuk memberikan hasil.”

Yang perlu dicatat, obat ini dalam jangka panjang memiliki efek samping meningkatkan tekanan darah dan perasaan dikucilkan. Sehingga membutuhkan pengawasan ketat. Pemakaian ketamine sebagai antidepresan sampai saat ini belum mendapatkan persetujuan Food and Drug Administration (FDA), alias masih dalam taraf penelitian. Studi ini sudah dipublikasikan dalam Americal Journal of Psychiatry. (jie)