Gemuk Bukan Berarti Makmur, Tetapi Tanda Tidak Sehat | OTC Digest

Gemuk Bukan Berarti Makmur, Tetapi Tanda Tidak Sehat

Seorang dewasa obesitas atau bertubuh extra large (XL), tampak seperti naik sepeda motor mini. Sebenarnya, bukan sepeda motornya yang “mini”, melainkan pengendaranya yang terlalu tambun. Orang bertubuh tambun (obesitas), anak-anak atau dewasa, kian banyak. Obesitas terjadi di negara maju dan negara berkembang. Jurnal medis Lancet menulis, jumlah orang di dunia yang masuk kategori kelebihan berat badan  di atas 2,1 miliar; naik 875 juta dari tahun 1980. Amerika Serikat, China dan Rusia memiliki penduduk tingkat obesitas tertinggi, dan Inggris adalah “juara” di Eropa Barat.  Indonesia berada di posisi 10 obesitas terbanyak dunia. Lebih  40 juta orang dewasa di Indonesia obesitas (Riset Kesehatan Dasar 2007 dan 2010).

Berdasar studi di 188 negara, Lancet mencatat lebih banyak perempuan dengan obesitas dibanding laki-laki di negara-negara berkembang. Ini disebabkan mereka melakukan tugas rangkap;  mengurus keluarga sekaligus bekerja, sehingga kurang waktu untuk mengendalikan berat badan. Riskesdas 2013 memaparkan, angka prevalensi obesitas di Indonesia 32,9% (wanita) dan 19,7% (pria).

Di dunia, indeks massa tubuh (body mass index/BMI) orang dewasa meningkat pada 1980-2013 dari 28,8% menjadi 36; 9% laki-laki, 29,8% menjadi 38% pada perempuan. BMI normal adalah 18,5-25%. Penelitian Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) 2014 memaparkan, 1 dari 5 anak obesitas. Epidemi menyebar dalam 5 tahun terakhir, meningkat 2-3% di Australia, Canada, Perancis, Meksiko, Spanyol dan Swiss.

“Gemuk itu tidak sehat,” tegas  dr. Benny Santosa, SpPD, dari RS Gading Pluit, Jakarta dalam Seminar “Solusi Terkini Masalah Obesitas Dengan Atau Tanpa Pembedahan” beberapa waktu lalu. Obesitas menyumbang 5% penyebab kematian di dunia, karena meningkatkan risiko penyakit diabetes mellitus (DM), jantung, stroke dan kanker.

Obesitas menjadi bagian dari sindroma metabolik. Yakni kumpulan gejala yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (>130/85 mmHg), trigleserid (minyak dalam darah) melonjak (>150mg/dl), gangguan kontrol gula darah (puasa>100mg/dl), HDL (kolesterol baik) rendah (<40mg/dl) dan mikroalbuminuria (kebocoran protein albumin dari ginjal ke urin). Menurut WHO, mereka yang mengalami mikroalbuminuria lebih cepat terkena serangan jantung.

Obesitas disebabkan kurang gerak dan makanan tinggi lemak. Dr. Benny menjelaskan, penelitian di Amerika Serikat mendapati, ibu yang nonton TV >10 jam/hari berisiko diabetes 3 x lebih banyak dibanding yang <10 jam.  DM tidak terkontrol memancing trigliserida tinggi, dan menjadi efek bola salju menuju komplikasi yang lebih berat. (jie)


Ilustrasi: cocoparisienne from Pixabay